Cari Blog Ini

Iklan Baris

Rabu, 02 November 2011

Sumber Ajaran Dasar Agama Islam


A.   Pengertian Al Quran
A.1.   Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya berarti: membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). .Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.
A.2.   Secara  istilah (terminologi)
 
1. Alquran adalah firman Allah SWT, yang merupakan mukjizat, diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir  ( Muhammad SAW )  dengan perantaraan Malaikat Jibril yang tertulis di dalam mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir yang diperintahkan membacanya, yang dimulai dengan surat Al fatihah dan ditutup dengan Surat Annas.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلا
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)


2. Alquran adalah lafal berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang disampaikan kepada kita secara mutawatir.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ                                                            
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)

            3. Alquran diperintahkan untuk dibaca (selain dipelajari dan diamalkan) karena membaca Alquran merupakan ibadah.


B.      Isi dan Kandungan Al Quran
Al Qur’an merupakan kitab terakhir yang diturunkan Allah sebagai kitab penyempurna dari kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah sebelumnya. Di dalam Al Qur’an terdapat beribu-ribu ayat dimana setiap bagiannya mengandung pedoman-pedoman hidup manusia agar dapat selamat di dunia maupun di akhirat. Isi kandungan Al Qur’an ini dapat didefinisikan sebagai berikut :

B.1.   Aqidah
Aqidah adalah ketetapan hati manusia untuk memeluk agama yang dianutnya tanpa memiliki keraguan bahwa keputusan yang diambilnya tidaklah salah. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita salah satunya melalui surat (Al-Maidah, 5:15-16) yg berbunyi “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus” yang artinya kita harus menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT.

B.2.   Ibadah
Ibadah adalah perbuatan yang dilakukan manusia baik berupa tindakan ataupun ucapan untuk melakukan perintah ataupun sunah agar mendapatkan ridho dari Allah serta menjauhi apa yang telah dilarang-Nya dengan rasa ikhlas. Dalam (QS ad-Dzariyat [51]: 56) “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”Allah telah menegaskan bahwa kita umat manusia diciptakan oleh Allah yaitu dengan satu tujuan untuk beribadah kepada-Nya.

B.3.   Akhlak
Akhlak adalah suatu tingkah laku manusia yang dilakukan tanpa disadari untuk melakukan kebaikan karena Allah semata secara berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan. Akhlak terbagi menjadi 2 yaitu Akhlak baik dan akhlak buruk. Nabi bersabda “apabila amal dan pikiran seseorang sholeh (baik) maka sholeh pula diri dan akhlaknya, dan sebaliknya apabila amal dan pikirannya rusak maka rusak pula akhlak yang dimilikinya”

B.4.   Hukum-Hukum
Hukum dalam Al Qur’an digunakan sebagai petunjuk agar umat Islam lebih mengerti, apa saja yang dilarang oleh Allah, agar manusia tidak berbuat dosa. Al Qur’an merupakan kitab hukum tertinggi karena didalamnya terkandung semua kebutuhan manusia dan segala hal yang mengajarkan kemanusiaan baik terhadap sesame manusia maupun dengan mahluk hidup lainnya. Rasulullah bersabda” Sumber utama hukum dalam Islam adalah Al-Qur'an (Firman Allah) dan Hadits”. Untuk itu meski Al Qur’an adalah kitab hukum tertinggi namun bukan berarti kita mengesampingkan hadist para ulama.

Dalam Islam terdapat 5 hukum yang biasa disebut syara’ diantaranya:
a.   Wajib : yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat dosa.
b.   Sunat : yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, namun apabila ditinggalkan tidak menyebabkan dosa.
c.   Mubah : yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan tidak mendapat pahala dan tidak juga berdosa. Dan jika ditinggalkan pun tidak mendapat pahala dan tidak juga berdosa
d.   Makruh: yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan tidak mendapat pahala dan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Seperti: merokok,
e.   Haram : yaitu suatu perkara yang apabila ditinggalkan akan mendapatkan pahala dan jika dikerjakan malah akan mendapatkan dosa, seperti: membunuh, meminum minuman memabukkan, berjudi, mencuri, dan lain-lain.

B.5.   Tadzkir
Tadzkir adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga.

B.6.   Sejarah atau Kisah
Sejarah atau Kisah adalah kejadian penting yang benar-benar terjadi di masa lampau untuk dipelajari kembali agar lebih bermanfaat bagi orang-orang yang mempelajarinya. Mulai dari yang mendapat kejayaan karena taat pada Allah ataupun yang sengsara dan binasa karena melanggar larangan Allah.

C.    Otentitas Al Quran
Al-Quran adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.
Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)

Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
1.            Al-Kitab QS(2:2),QS (44:2)
2.            Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
3.            Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
4.            Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat): QS(10:57)
5.            Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
6.            Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
7.            Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
8.            Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
9.            At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
10.        Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
11.        Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
12.        Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
13.        Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
14.        Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
15.        An-Nur (cahaya): QS(4:174)
16.        Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
17.        Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
18.        Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
C.1.   Ciri-ciri dan Sifat Al Quran
            a. Surat, ayat dan ruku'
Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.
            b. Makkiyah dan Madaniyah
Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.
Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari'ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.

            c. Juz dan manzil
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
2. Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
3. Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
4. Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya
C.2.   Aspek Historitas
Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
C.3.  Pandangan Non Muslim Terhadap Al Quran
Setelah membaca dengan seksama dan mendalami kandungan isi Al-Quran selama bertahun-tahun, Profesor Walter Wagner--seorang pakar teologi dari AS--menyimpulkan bahwa Tuhan sedang bicara pada seluruh umat manusia lewat kitab suci itu.
Setelah membaca dengan seksama dan mendalami kandungan isi Al-Quran selama bertahun-tahun, Profesor Walter Wagner--seorang pakar teologi dari AS--menyimpulkan bahwa Tuhan sedang bicara pada seluruh umat manusia lewat kitab suci itu.
Ia mengakui dan mengagumi isi Al-Quran. Untuk itu, ia menulis hasil penelitiannya selama bertahun-tahun tentang Al-Quran dalam sebuah buku berjudul "Opening the Quran". Lewat buku itu, Profesor Wagner mengatakan ingin menyebarluaskan tentang isi Al-Quran yang luar biasa, pada para pembaca, pada para mahasiswanya, termasuk pada dirinya sendiri untuk memperdalam pemahamannya terhadap isi Al-Quran.

D.    Posisi Al-Quran Dalam Studi Ke Islaman
Al-Qur’an merupakan sumber ilmu islam.karena didalam Al-Qur’an terdapat kandungan-kandungan tentang hal yang harus dilakukan dan juga hal yang dilarang.Al-Qur’an juga merupakan pokok ajaran islam,maka segala studi mengenai keislaman tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an.

Sebagian umat muslim berpandangan bahwa unsurnalar amat berperan dalam memahami Al-Qur’an.Al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan masyarakat,jika isi serta kandungannya itu belum belum dapat dipahami dengan baik.karena isi dan kandungan Al-Qur’an itu harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Didalam ajaran islam ada aliran-aliran yang berbeda-beda,karena faktor perbedaan pandangan tentang cara memahami Al-Qur’an.Meskipun banyak ajaran tentang islam yang terpenting adalah pemahaman bersama bahwa Allah dalam Al-Qur’an  menghendaki sesama muslim untuk saling berkasih sayang.

E.    Sunah
E.1.   Pengertian Sunnah
           
Kata Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab سنة (sunnah). Secara bahasa, kata السنة (al-sunnah) berarti السيرة حسنة كانت أو قبيحة (perjalanan hidup yang baik atau yang buruk). Pengertian di atas didasarkan kepada Hadîts Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:
               من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها و أجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء. و من سن سنة سيئة فعليه وزرها و وزر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء.

Artinya: Barangsiapa membuat sunnah yang baik maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Barang siapa membuat sunnah yang buruk  maka dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.(Ibnu Manzhur /716).

Para ahli Hadîts (muhadditsûn), ahli ushûl (ushûliyyun), dan ahli fiqh (fuqahâ') berbeda pendapat dalam memberikan batasan makna atau pemakaian istilah hadis dan sunnah.

Menurut ahli hadis, sunnah, sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad 'Ajjâj al-Khathîb, adalah:
كل ما أثر عن النبي صلى الله عليه و سلم، من قول أو فعل أو تقرير أو صفة خلقية أو خلقية أو سيرة سواء أ كان قبل البعثة ... أم بعدها.( 'Ajjâj al-Khathîb, 1989: 19)

Artinya: Setiap perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik, akhlak, atau perjalanan hidup yang diriwayatkan dari Nabi Saw baik sebelum menjadi rasul … atau sesudahnya.
           
Menurut ahli ushul, antara lain, al-Syâthibiy (ahli Ushûl al-Fiqh dari Madzhab Mâlikiy) mengemukakan tiga pengertian untuk penggunaan kata sunnah.
a.   Pertama,
ما جاء منقولا عن النبي صلى الله عليه و سلم على الخصوص مما لم ينص عليه في الكتاب العزيز، بل إنما نص من جهته عليه الصلاة و السلام، كان بيانا لما في الكتاب أو لا.(Al-Syâthibiy, [t. th.]: II/IV/3)
Artinya: Sesuatu yang berasal dari Nabi Saw secara khusus yang tidak ditegaskan dalam al-Kitâb al-'Azîz, tetapi ditegaskan dari Nabi Saw, sebagai penjelas (ajaran) yang terdapat dalam al-Kitâb atau bukan (penjelas).

b.   Kedua,
مقابلة البدعة.(ibid.).
Artinya: Anonim bid'ah.
            Ungkapan فلان على سنة (si Fulan melaksanakan sunnah) dikemukakan apabila dia beramal sesuai dengan amal Nabi Saw dan ungkapan فلان على بدعة (si Fulan melakukan bid'ah) dikemukakan apabila dia beramal tidak sesuai dengan amal Nabi Saw.

            Yang dipandang dalam penggunaan ini adalah amal Nabi Saw, penggunaan kata sunnah terkait dengan aspek ini, walaupun amal tersebut merupakan tuntutan al-Kitâb.

c.    Ketiga,
ما عمل عليه الصحابة، وجد ذلك في كتاب الله أو السنة أو لم يوجد. (ibid.).
Artinya: Sesuatu yang diamalkan oleh para shahâbiy, baik yang ditemukan dalam Kitâb Allâh atau sunnah maupun tidak.

Amal shahâbat dikelompokkan ke dalam sunnah karena, antara lain, ia mengikuti sunnah yang shahîh pada mereka yang belum sampai kepada kita atau ijtihad yang mereka sepakati atau yang disepakati oleh para Khalîfah mereka, karena ijmâ' mereka diakui dan amal para Khalîfah pada hakikatnya merujuk ke ijmâ', dari segi menggiring masyarakat memenuhi tuntutan kemashlahatan.
Pengertian ini didukung oleh sabda Nabi Saw:
... عليكم بسنتي و سنة الخلفاء الراشدين المهديين ... ().
Artinya: Hendaklah kamu sekalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khalîfah yang cerdas lagi diberi bimbingan (oleh Allâh).

Apabila ketiga pengertian tersebut di atas dihimpun maka diperoleh empat elemen sunnah: Perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Saw semuanya itu adakalanya diterima dengan wahyu atau dengan ijtihad (didasarkan bahwa kebenaran ijtihad merupakan haknya)— dan sesuatu yang berasal dari para shahâbiy atau khalîfah.

Al-Âmidiy (ahli Ushûl al-Fiqh dari Madzhab Syâfi'iy) mengemukakan dua pengertian untuk penggunaan kata sunnah:
Pertama,
ما كان من العبادات نافلة منقولة عن النبي عليه السلام. (ِAl-Âmidiy, [t. th.]: I/145.).
Artinya: Ibadah sunat yang diriwayatkan dari Nabi Saw.
Kedua,
ما صدر عن الرسول من الأدلة الشرعية مما ليس بمتلو، و لا هو معجز، و لا داخل في المعجز .( Al-Âmidiy, loc. cit.).
Artinya: Dalil-dalil syar'iyah yang bersumber dari Nabi Saw yang tidak dibacakan (oleh Allâh melalui Jibril), bukan mukjizat dan tidak termasuk kelompok mukjizat.

            Yang dimaksud dengan sunnah menurut ahli ushûl al-fiqh untuk pengertian pertama adalah pengertian yang pertamanya sedangkan untuk pengertian kedua adalah adalah pengertian yang keduanya.

            Dari kedua pengertian tersebut ditemukan persamaan: keduanya sama-sama mengemukakan bahwa ajaran yang terdapat dalam sunnah tidak terdapat nashnya dan atau penjelasannya dalam Alquran dan keduanya sama-sama menyatakan bahwa sesuatu disebut sunnah hanyalah sesuatu yang berasal dari Nabi Saw yang dapat dijadikan dalil hukum syar'iy.

Muhammad 'Ajjâj al-Khathîb (Ahli Hadîts di Universitas Damaskus) menyimpulkan pengertian sunnah menurut ahli Ushûl al-Fiqh, dimana definisi yang dikemukakannya mencakup kedua pengertian di atas— sebagai berikut:
كل ما صدر عن النبي صلى الله عليه و سلم، غير القرآن الكريم، من قول أو فعل أو تقرير، مما يصلح أن يكون دليلا لحكم شرعي. (Ajjâj al-Khathîb, 1989: 19.).
Artinya: Setiap perkataan, perbuatan, dan persetujuan —selain Alquran— yang bersumber dari Nabi Saw yang pantas dijadikan dalil hukum syar'iy.

Menurut ahli Fiqh, sunnah sebagaimana dikemukakan oleh al-Âmidiy adalah:
ما كان من العبادات نافلة منقولة عن النبي عليه السلام. (Al-Âmidiy, [t. th.]): I/145.).
Artinya: Ibadah sunat yang diriwayatkan dari Nabi Saw.
Muhammad 'Ajjâj al-Khathîb menyimpulkan bahwa istilah sunnah mereka pakai untuk menunjukkan salah satu bentuk atau sifat hukum, sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad 'Ajjâj al-Khathîb, adalah:
كل ما ثبت عن النبي صلى الله عليه و سلم و لم يكن من باب الفرض و لا الواجب. (Ajjâj al-Khathîb, ibid.).
Artinya: Setiap sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Saw dan tidak termasuk fardh dan wâjib.

Perbedaan pendapat di kalangan ahli di atas dilatarbelakangi oleh perbedaan spesialisasi dan objek kajian mereka, sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka tekuni.

Objek kajian ahli hadits adalah diri Nabi Saw dari segala aspeknya –sebagai imam yang membimbing, mengarahkan, dan member nasehat—dimana Allah mengkhabarkan bahwa dia merupakan contoh yang baik dan ikutan bagi orang Islam. Maka mereka meliput segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Saw, baik yang bermuatan hukum dan tidak.

Objek kajian ahli ushul adalah Nabi Saw sebagai pembuat syari'at yang menjelaskan kepada manusia aturan kehidupan, membuat kaidah-kaidah buat para mujtahid sesudahnya, maka mereka meliput segala sesuatu yang berasal dari Nabi Saw yang bermuatan dalil hukum.

Sementara objek kajian ahli fiqh adalah perbuatan Nabi Saw yang bermuatan hukum syar'iy -- wujub, nadab, karahah, haram, ibâhah-- maka mereka meliput perbuatan Nabi Saw yang bermuatan hukum tersebut.

E.2.   Kedudukan Sunnah dan Fungsinya
kedudukan sunah dan fungsinya adalah :
a. sebagai sumber hukum –hukum setelah al quran
b.menjelaskan apa-apa yang belum  jelas dalam Al Quran
c. memperkuat ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam nash Al quran.
d. As-sunnah memiliki peran sebagai penjabaran al-Qur'an.










F.      Ijtihad
F.1.   Pengertian Ijtihad

Menurut bahasa, ijtihad berarti (bahasa Arab اجتهاد) Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan).

Pengertian ijtihad adalah sebuah usaha dengan sungguh-sungguh untuk memutuskan hukum suatu masalah atau perkara yang belum atau tidak ada dasar hukumnya atau tidak dibahas dalam Al-Quran dan Hadist dengan menggunakan akal sehat serta pertimbangan yang sangat matang.

Dengan usaha tersebut, diharapkan dapat menemukan hukum yang sesuai dengan prinsip Al-Quran dan Al-Hadist.

Agar dapat menghasilkan faham yang baik dan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Al-Hadist, maka diperlukan orang yang faham betul akan  agama islam ( faham Al-Quran dan Al-Hadist ) dalam mengambil suatu keputusan.

F.2.   Persoalan ijtihad
Di tengah-tengah maraknya kebangkitan Islam diberagai belahan dunia gerakan dan semangat keilmuan merebak di mana-mana. Dalam hal ini kalangan generasi muda tak ketinggalan ikut mengambil peranan. Semuanya adl pertanda baik tapi terkadang sebagian mereka terjerumus ke dalam dua bahaya besar Pertama sebagian mereka dgn mudahnya berfatwa sementara bahan dan piranti yg mereka miliki sedikit sekali. Ibnul Qayim berkomentar “Tidak lah seorang mufti atau hakim disebut berkapasitas utk mengeluarkan fatwa atau utk menentukan hukum secara benar kecuali ia harus memahami dan mengerti dua hal
Memahami kondisi sosiologis masyarakat setempat berbagai hal pendukung terjadinya kondisi tersebut serta berbagai persoalan penting yg berkaitan dgn mereka.
Memahami hukum yg sesuai dgn kondisi tersebut. Dengan kata lain menerapkan hukum Allah yg ditetapkanNya utk jenis masyarakat tersebut sebagaimana yg ada dalam Al-Qur’an atau dalam hadis Nabi.”
 Bila ia benar-benar mengeluarkan segenap kemampuannya pada dua hal tersebut dalam arti yg sebenarnya maka ia tergolong mujtahid. Dengan demikian minimal ia akan mendapat-kan satu dari dua macam pahala yg dijanjikan baginya. Kedua sebagian mereka jika sampai pada kesimpulan hukum masalah tertentu ia menganggap bahwa kesimpulan yg dimilikinya itu merupakan kebenaraan akhir dan mutlak sedang yg lain salah semua. Pada tahap berikutnya hal itu akan mendorong egonya utk memaksa-kan pendapat kepada orang lain. Orang yg mendukung pendapatnya dianggap sebagi sahabat karib sedangkan yg berbeda pendapat dengannya dianggap musuh bodoh dan ahli taklid.
Di atas itulah fenomena yg pada galibnya terjadi dalam menyikapi persoalan ijtihad.
Meskipun ijtihad -yang biasanya lbh berpeluang melahirkan perbeda an pendapat yg berdasarkan atas dalil diperbolehkan tetapi pada hakekatnya Islam sangat menganjurkan persatuan dan mencela perpecahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar