A. Pengertian Al Quran
A.1. Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا)
[keduanya berarti: membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan,
mengoleksi). .Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia
adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw
(yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia
adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi)
karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.
A.2. Secara
istilah (terminologi)
1. Alquran adalah firman Allah SWT, yang
merupakan mukjizat, diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir ( Muhammad SAW ) dengan perantaraan Malaikat Jibril yang
tertulis di dalam mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir yang
diperintahkan membacanya, yang dimulai dengan surat Al fatihah dan ditutup
dengan Surat Annas.
إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلا
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai
Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)
2. Alquran adalah lafal berbahasa Arab
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang disampaikan kepada kita secara
mutawatir.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya
Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya.” (Yusuf:2)
3.
Alquran diperintahkan untuk dibaca (selain dipelajari dan diamalkan) karena
membaca Alquran merupakan ibadah.
B. Isi dan Kandungan Al Quran
Al Qur’an merupakan kitab terakhir
yang diturunkan Allah sebagai kitab penyempurna dari kitab-kitab yang
diturunkan oleh Allah sebelumnya. Di dalam Al Qur’an terdapat beribu-ribu ayat
dimana setiap bagiannya mengandung pedoman-pedoman hidup manusia agar dapat
selamat di dunia maupun di akhirat. Isi kandungan Al Qur’an ini dapat
didefinisikan sebagai berikut :
B.1. Aqidah
Aqidah adalah ketetapan hati
manusia untuk memeluk agama yang dianutnya tanpa memiliki keraguan bahwa
keputusan yang diambilnya tidaklah salah. Alquran mengajarkan akidah tauhid
kepada kita salah satunya melalui surat (Al-Maidah, 5:15-16) yg berbunyi
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang
menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan kitab itu pula Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus” yang
artinya kita harus menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT.
B.2. Ibadah
Ibadah adalah perbuatan yang
dilakukan manusia baik berupa tindakan ataupun ucapan untuk melakukan perintah
ataupun sunah agar mendapatkan ridho dari Allah serta menjauhi apa yang telah
dilarang-Nya dengan rasa ikhlas. Dalam (QS ad-Dzariyat [51]: 56) “Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”Allah
telah menegaskan bahwa kita umat manusia diciptakan oleh Allah yaitu dengan
satu tujuan untuk beribadah kepada-Nya.
B.3. Akhlak
Akhlak adalah suatu tingkah laku
manusia yang dilakukan tanpa disadari untuk melakukan kebaikan karena Allah
semata secara berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan. Akhlak terbagi
menjadi 2 yaitu Akhlak baik dan akhlak buruk. Nabi bersabda “apabila amal dan
pikiran seseorang sholeh (baik) maka sholeh pula diri dan akhlaknya, dan
sebaliknya apabila amal dan pikirannya rusak maka rusak pula akhlak yang
dimilikinya”
B.4. Hukum-Hukum
Hukum dalam
Al Qur’an digunakan sebagai petunjuk agar umat Islam lebih mengerti, apa saja
yang dilarang oleh Allah, agar manusia tidak berbuat dosa. Al Qur’an merupakan
kitab hukum tertinggi karena didalamnya terkandung semua kebutuhan manusia dan
segala hal yang mengajarkan kemanusiaan baik terhadap sesame manusia maupun
dengan mahluk hidup lainnya. Rasulullah bersabda” Sumber utama hukum dalam
Islam adalah Al-Qur'an (Firman Allah) dan Hadits”. Untuk itu meski Al Qur’an
adalah kitab hukum tertinggi namun bukan berarti kita mengesampingkan hadist
para ulama.
Dalam Islam terdapat 5 hukum yang biasa disebut syara’ diantaranya:
a. Wajib : yaitu suatu perkara
yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan
mendapat dosa.
b. Sunat : yaitu suatu perkara
yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, namun apabila ditinggalkan
tidak menyebabkan dosa.
c. Mubah : yaitu suatu perkara
yang apabila dikerjakan tidak mendapat pahala dan tidak juga berdosa. Dan jika
ditinggalkan pun tidak mendapat pahala dan tidak juga berdosa
d. Makruh: yaitu suatu perkara
yang apabila dikerjakan tidak mendapat pahala dan tidak berdosa, dan apabila
ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Seperti: merokok,
e. Haram : yaitu suatu perkara
yang apabila ditinggalkan akan mendapatkan pahala dan jika dikerjakan malah
akan mendapatkan dosa, seperti: membunuh, meminum minuman memabukkan, berjudi,
mencuri, dan lain-lain.
B.5. Tadzkir
Tadzkir adalah sesuatu yang
memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka.
Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya
dengan balasan berupa nikmat surga.
B.6. Sejarah atau Kisah
Sejarah atau Kisah adalah kejadian
penting yang benar-benar terjadi di masa lampau untuk dipelajari kembali agar
lebih bermanfaat bagi orang-orang yang mempelajarinya. Mulai dari yang mendapat
kejayaan karena taat pada Allah ataupun yang sengsara dan binasa karena
melanggar larangan Allah.
C. Otentitas Al Quran
Al-Quran adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa
Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan
bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat
Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW
adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.
Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan"
atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah
bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca.
Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an
sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah
Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di
dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan
Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti
{amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama
lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah
nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
1.
Al-Kitab QS(2:2),QS (44:2)
2.
Al-Furqan (pembeda benar
salah): QS(25:1)
3.
Adz-Dzikr (pemberi peringatan):
QS(15:9)
4.
Al-Mau'idhah
(pelajaran/nasihat): QS(10:57)
5.
Al-Hukm (peraturan/hukum):
QS(13:37)
6.
Al-Hikmah (kebijaksanaan):
QS(17:39)
7.
Asy-Syifa' (obat/penyembuh):
QS(10:57), QS(17:82)
8.
Al-Huda (petunjuk): QS(72:13),
QS(9:33)
9.
At-Tanzil (yang diturunkan):
QS(26:192)
10.
Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
11.
Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
12.
Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
13.
Al-Kalam (ucapan/firman):
QS(9:6)
14.
Al-Busyra (kabar gembira):
QS(16:102)
15.
An-Nur (cahaya): QS(4:174)
16.
Al-Basha'ir (pedoman):
QS(45:20)
17.
Al-Balagh (penyampaian/kabar)
QS(14:52)
18.
Al-Qaul (perkataan/ucapan)
QS(28:51)
C.1. Ciri-ciri dan
Sifat Al Quran
a.
Surat, ayat dan ruku'
Al-Qur'an terdiri atas 114
bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di
mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi
lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik
tertentu.
b.
Makkiyah dan Madaniyah
Sedangkan menurut tempat
diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan
surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah
sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.
Surat yang turun di Makkah
pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan
akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah
pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya
(syari'ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat,
sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.
c.
Juz dan manzil
Dalam skema pembagian
lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal
dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin
menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni
manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan
dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan
dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
Kemudian dari segi
panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi
empat bagian, yaitu:
1. As Sab’uththiwaal
(tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
4. Al Mufashshal
(surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya
C.2. Aspek Historitas
Al-Qur'an tidak turun
sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22
hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu
periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong
surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada
kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
C.3. Pandangan
Non Muslim Terhadap Al Quran
Setelah
membaca dengan seksama dan mendalami kandungan isi Al-Quran selama
bertahun-tahun, Profesor Walter Wagner--seorang pakar teologi dari
AS--menyimpulkan bahwa Tuhan sedang bicara pada seluruh umat manusia lewat
kitab suci itu.
Setelah
membaca dengan seksama dan mendalami kandungan isi Al-Quran selama
bertahun-tahun, Profesor Walter Wagner--seorang pakar teologi dari
AS--menyimpulkan bahwa Tuhan sedang bicara pada seluruh umat manusia lewat
kitab suci itu.
Ia mengakui dan mengagumi isi Al-Quran. Untuk itu, ia menulis hasil
penelitiannya selama bertahun-tahun tentang Al-Quran dalam sebuah buku berjudul
"Opening the Quran". Lewat buku itu, Profesor Wagner
mengatakan ingin menyebarluaskan tentang isi Al-Quran yang luar biasa, pada
para pembaca, pada para mahasiswanya, termasuk pada dirinya sendiri untuk
memperdalam pemahamannya terhadap isi Al-Quran.
D. Posisi Al-Quran Dalam Studi
Ke Islaman
Al-Qur’an merupakan
sumber ilmu islam.karena didalam Al-Qur’an terdapat kandungan-kandungan tentang
hal yang harus dilakukan dan juga hal yang dilarang.Al-Qur’an juga merupakan
pokok ajaran islam,maka segala studi mengenai keislaman tidak boleh
bertentangan dengan Al-Qur’an.
Sebagian umat muslim
berpandangan bahwa unsurnalar amat berperan dalam memahami Al-Qur’an.Al-Qur’an
sebagai sumber ajaran islam tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan
masyarakat,jika isi serta kandungannya itu belum belum dapat dipahami dengan
baik.karena isi dan kandungan Al-Qur’an itu harus dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Didalam ajaran islam
ada aliran-aliran yang berbeda-beda,karena faktor perbedaan pandangan tentang
cara memahami Al-Qur’an.Meskipun banyak ajaran tentang islam yang terpenting
adalah pemahaman bersama bahwa Allah dalam Al-Qur’an menghendaki sesama muslim untuk saling
berkasih sayang.
E. Sunah
E.1. Pengertian
Sunnah
Kata
Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab سنة (sunnah). Secara bahasa, kata السنة (al-sunnah) berarti السيرة حسنة كانت أو قبيحة
(perjalanan hidup yang baik atau yang buruk). Pengertian di atas didasarkan
kepada Hadîts Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:
من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها و أجر من عمل بها بعده من
غير أن ينقص من أجورهم شيء. و من سن سنة سيئة فعليه وزرها و وزر من عمل بها بعده
من غير أن ينقص من أوزارهم شيء.
Artinya: Barangsiapa
membuat sunnah yang baik maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang
yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Barang
siapa membuat sunnah yang buruk maka dia
akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa
mengurangi dosa mereka sedikit pun.(Ibnu Manzhur /716).
Para ahli
Hadîts (muhadditsûn), ahli ushûl (ushûliyyun), dan
ahli fiqh (fuqahâ') berbeda pendapat dalam memberikan batasan makna atau
pemakaian istilah hadis dan sunnah.
Menurut
ahli hadis, sunnah, sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad 'Ajjâj
al-Khathîb, adalah:
كل
ما أثر عن النبي صلى الله عليه و سلم، من قول أو فعل أو تقرير أو صفة خلقية أو
خلقية أو سيرة سواء أ كان قبل البعثة ... أم بعدها.(
'Ajjâj al-Khathîb, 1989: 19)
Artinya: Setiap perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik, akhlak,
atau perjalanan hidup yang diriwayatkan dari Nabi Saw baik sebelum menjadi
rasul … atau sesudahnya.
Menurut
ahli ushul, antara lain, al-Syâthibiy (ahli Ushûl al-Fiqh dari Madzhab
Mâlikiy) mengemukakan tiga pengertian untuk penggunaan kata sunnah.
a. Pertama,
ما جاء منقولا عن
النبي صلى الله عليه و سلم على الخصوص مما لم ينص عليه في الكتاب العزيز، بل إنما
نص من جهته عليه الصلاة و السلام، كان بيانا لما في الكتاب أو لا.(Al-Syâthibiy, [t. th.]: II/IV/3)
Artinya: Sesuatu yang berasal dari Nabi Saw secara khusus yang tidak
ditegaskan dalam al-Kitâb al-'Azîz, tetapi ditegaskan dari Nabi Saw, sebagai
penjelas (ajaran) yang terdapat dalam al-Kitâb atau bukan (penjelas).
b.
Kedua,
مقابلة البدعة.(ibid.).
Artinya: Anonim bid'ah.
Ungkapan فلان على سنة (si Fulan melaksanakan sunnah) dikemukakan apabila dia beramal
sesuai dengan amal Nabi Saw dan ungkapan فلان
على بدعة (si Fulan melakukan bid'ah) dikemukakan
apabila dia beramal tidak sesuai dengan amal Nabi Saw.
Yang dipandang dalam penggunaan ini adalah amal Nabi Saw,
penggunaan kata sunnah terkait dengan aspek ini, walaupun amal tersebut
merupakan tuntutan al-Kitâb.
c.
Ketiga,
ما عمل عليه
الصحابة، وجد ذلك في كتاب الله أو السنة أو لم يوجد. (ibid.).
Artinya: Sesuatu yang diamalkan oleh para shahâbiy, baik yang
ditemukan dalam Kitâb Allâh atau sunnah maupun tidak.
Amal shahâbat
dikelompokkan ke dalam sunnah karena, antara lain, ia mengikuti sunnah yang shahîh
pada mereka yang belum sampai kepada kita atau ijtihad yang mereka sepakati
atau yang disepakati oleh para Khalîfah mereka, karena ijmâ' mereka
diakui dan amal para Khalîfah pada hakikatnya merujuk ke ijmâ', dari
segi menggiring masyarakat memenuhi tuntutan kemashlahatan.
Pengertian
ini didukung oleh sabda Nabi Saw:
... عليكم بسنتي و
سنة الخلفاء الراشدين المهديين ... ().
Artinya: Hendaklah kamu sekalian berpegang dengan sunnahku dan
sunnah para khalîfah yang cerdas lagi diberi bimbingan (oleh Allâh).
Apabila
ketiga pengertian tersebut di atas dihimpun maka diperoleh empat elemen sunnah:
Perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Saw semuanya itu adakalanya diterima
dengan wahyu atau dengan ijtihad (didasarkan bahwa kebenaran ijtihad merupakan
haknya)— dan sesuatu yang berasal dari para shahâbiy atau khalîfah.
Al-Âmidiy
(ahli Ushûl al-Fiqh dari Madzhab Syâfi'iy) mengemukakan dua pengertian untuk
penggunaan kata sunnah:
Pertama,
ما كان من العبادات
نافلة منقولة عن النبي عليه السلام. (ِAl-Âmidiy, [t.
th.]: I/145.).
Artinya: Ibadah sunat yang diriwayatkan dari Nabi Saw.
Kedua,
ما
صدر عن الرسول من الأدلة الشرعية مما ليس بمتلو، و لا هو معجز، و لا داخل في
المعجز .( Al-Âmidiy, loc. cit.).
Artinya: Dalil-dalil syar'iyah yang bersumber dari Nabi Saw yang
tidak dibacakan (oleh Allâh melalui Jibril), bukan mukjizat dan tidak termasuk
kelompok mukjizat.
Yang dimaksud dengan sunnah menurut ahli ushûl al-fiqh
untuk pengertian pertama adalah pengertian yang pertamanya sedangkan untuk
pengertian kedua adalah adalah pengertian yang keduanya.
Dari kedua pengertian tersebut ditemukan persamaan:
keduanya sama-sama mengemukakan bahwa ajaran yang terdapat dalam sunnah tidak
terdapat nashnya dan atau penjelasannya dalam Alquran dan keduanya sama-sama
menyatakan bahwa sesuatu disebut sunnah hanyalah sesuatu yang berasal dari Nabi
Saw yang dapat dijadikan dalil hukum syar'iy.
Muhammad
'Ajjâj al-Khathîb (Ahli Hadîts di Universitas Damaskus) menyimpulkan pengertian
sunnah menurut ahli Ushûl al-Fiqh, dimana definisi yang dikemukakannya mencakup
kedua pengertian di atas— sebagai berikut:
كل
ما صدر عن النبي صلى الله عليه و سلم، غير القرآن الكريم، من قول أو فعل أو تقرير،
مما يصلح أن يكون دليلا لحكم شرعي. (Ajjâj al-Khathîb,
1989: 19.).
Artinya: Setiap perkataan, perbuatan, dan persetujuan —selain
Alquran— yang bersumber dari Nabi Saw yang pantas dijadikan dalil hukum
syar'iy.
Menurut
ahli Fiqh, sunnah sebagaimana dikemukakan oleh al-Âmidiy adalah:
ما كان من العبادات نافلة منقولة عن
النبي عليه السلام. (Al-Âmidiy, [t. th.]): I/145.).
Artinya: Ibadah sunat yang diriwayatkan dari Nabi Saw.
Muhammad
'Ajjâj al-Khathîb menyimpulkan bahwa istilah sunnah mereka pakai untuk
menunjukkan salah satu bentuk atau sifat hukum, sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad
'Ajjâj al-Khathîb, adalah:
كل
ما ثبت عن النبي صلى الله عليه و سلم و لم يكن من باب الفرض و لا الواجب. (Ajjâj al-Khathîb, ibid.).
Artinya: Setiap sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Saw dan tidak
termasuk fardh dan wâjib.
Perbedaan
pendapat di kalangan ahli di atas dilatarbelakangi oleh perbedaan spesialisasi
dan objek kajian mereka, sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka tekuni.
Objek kajian ahli hadits adalah diri Nabi Saw dari
segala aspeknya –sebagai imam yang membimbing, mengarahkan, dan member nasehat—dimana
Allah mengkhabarkan bahwa dia merupakan contoh yang baik dan ikutan bagi orang
Islam. Maka mereka meliput segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Saw,
baik yang bermuatan hukum dan tidak.
Objek kajian ahli ushul adalah Nabi Saw sebagai
pembuat syari'at yang menjelaskan kepada manusia aturan kehidupan, membuat
kaidah-kaidah buat para mujtahid sesudahnya, maka mereka meliput segala sesuatu
yang berasal dari Nabi Saw yang bermuatan dalil hukum.
Sementara objek kajian ahli fiqh adalah perbuatan
Nabi Saw yang bermuatan hukum syar'iy -- wujub, nadab, karahah,
haram, ibâhah-- maka mereka meliput perbuatan Nabi Saw yang
bermuatan hukum tersebut.
E.2. Kedudukan Sunnah dan Fungsinya
kedudukan sunah
dan fungsinya adalah :
a.
sebagai sumber hukum –hukum setelah al quran
b.menjelaskan
apa-apa yang belum jelas dalam Al Quran
c.
memperkuat ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam nash Al quran.
d.
As-sunnah memiliki peran sebagai penjabaran al-Qur'an.
F. Ijtihad
F.1. Pengertian Ijtihad
Menurut
bahasa, ijtihad berarti (bahasa Arab اجتهاد) Al-jahd atau al-juhd yang berarti
la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan
kemampuan).
Pengertian
ijtihad adalah sebuah usaha dengan sungguh-sungguh untuk memutuskan hukum suatu
masalah atau perkara yang belum atau tidak ada dasar hukumnya atau tidak
dibahas dalam Al-Quran dan Hadist dengan menggunakan akal sehat serta
pertimbangan yang sangat matang.
Dengan usaha
tersebut, diharapkan dapat menemukan hukum yang sesuai dengan prinsip Al-Quran
dan Al-Hadist.
Agar dapat
menghasilkan faham yang baik dan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan
Al-Hadist, maka diperlukan orang yang faham betul akan agama islam ( faham Al-Quran dan Al-Hadist )
dalam mengambil suatu keputusan.
F.2. Persoalan ijtihad
Di tengah-tengah maraknya
kebangkitan Islam diberagai belahan dunia gerakan dan semangat keilmuan merebak
di mana-mana. Dalam hal ini kalangan generasi muda tak ketinggalan ikut
mengambil peranan. Semuanya adl pertanda baik tapi terkadang sebagian mereka
terjerumus ke dalam dua bahaya besar Pertama sebagian mereka dgn mudahnya berfatwa
sementara bahan dan piranti yg mereka miliki sedikit sekali. Ibnul Qayim
berkomentar “Tidak lah seorang mufti atau hakim disebut berkapasitas utk
mengeluarkan fatwa atau utk menentukan hukum secara benar kecuali ia harus
memahami dan mengerti dua hal
Memahami kondisi sosiologis masyarakat setempat berbagai hal pendukung
terjadinya kondisi tersebut serta berbagai persoalan penting yg berkaitan dgn
mereka.
Memahami hukum yg sesuai dgn kondisi tersebut. Dengan kata lain menerapkan
hukum Allah yg ditetapkanNya utk jenis masyarakat tersebut sebagaimana yg ada
dalam Al-Qur’an atau dalam hadis Nabi.”
Bila ia benar-benar mengeluarkan
segenap kemampuannya pada dua hal tersebut dalam arti yg sebenarnya maka ia
tergolong mujtahid. Dengan demikian minimal ia akan mendapat-kan satu dari dua
macam pahala yg dijanjikan baginya. Kedua sebagian mereka jika sampai pada
kesimpulan hukum masalah tertentu ia menganggap bahwa kesimpulan yg dimilikinya
itu merupakan kebenaraan akhir dan mutlak sedang yg lain salah semua. Pada
tahap berikutnya hal itu akan mendorong egonya utk memaksa-kan pendapat kepada
orang lain. Orang yg mendukung pendapatnya dianggap sebagi sahabat karib
sedangkan yg berbeda pendapat dengannya dianggap musuh bodoh dan ahli taklid.
Di atas itulah fenomena yg pada galibnya terjadi dalam menyikapi
persoalan ijtihad.
Meskipun ijtihad -yang biasanya lbh berpeluang
melahirkan perbeda an pendapat yg berdasarkan atas dalil diperbolehkan tetapi
pada hakekatnya Islam sangat menganjurkan persatuan dan mencela perpecahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar